Sebelumnya pagelaran wayang kulit akan dimulai. Para sinden memasuki arena dan duduk di posisinya masing-masing. Salah seorang sinden termuda yang memasuki arena terakhir menyita perhatian semua orang yang datang menyaksikan pagelaran. Hingga ketakjuban itu terputus karena lampu minyak dan obor dimatikan. Hanya blencong, satu-satunya lampu yang masih menyala. Menyinari wayang kulit hingga menimbulkan bayangan hitam dibalik kelir putih. Gunungan yang telah ditancapkan ditarik dari pelepah pisang. Pagelaran wayang dimulai.
-----------------------------------------------------------------------
Dalang mengawali cerita dan pertunjukan dari asal muasal kelahiran Anoman. Kera putih putra Anjani dan Bayu. Ibunya sebenarnya merupakan bidadari yang bernama Punjikastala. Namun kemudian terlahir sebagai wanara wanita karena adanya suatu kutukan. Kutukan tersebut bisa berakhir apabila dia bisa melahirkan seorang putra yang merupakan penitisan dari Dewa Siwa.
Cerita kemudian dilanjutkan dengan masa kecil Anoman hingga masa pertemuan nya dengan Rama dan upayanya membantu mencari Sinta. Hingga sampai di mana Anoman menemukan Sinta yang diculik dan dirayu oleh Rahwana. Anoman kemudian membawa bala bantuan dan pasukan wanara lainnya. Dalam pertempuran besar ia melawan banyak tentara raksasa, hingga membuat terbakarnya Alengka.
Cerita tentang Anoman dan keberaniannya menaklukan kejahatan yang dipimpin Rahwana berlangsung hampir 3 jam. Meskipun cukup lama tampaknya tak membuat penonton merasa jenuh. Sumi juga masih bersemangat dan sungguh-sungguh menyaksikan pertunjukan itu. Tak begitu denganku, mataku sudah mulai lelah dan mengantuk. Aku ingin pulang, namun aku tak tau harus kemana. Satu-satunya orang yang kukenal disini hanyalah Sumi.
Malam kian pekat, dingin hembusan angin yang mengiringi keberangkatan menuju pagelaran kini telah hilang. Suara lain mulai bermunculan. "Kukuruyuuuk" Ayam jago berlomba bersautan di balik kandang. Nampaknya malam hendak berganti dini hari. Pertempuran besar penuh api berkobar menjadi klimaks dari keseluruhan pertunjukan wayang. Eyang sebagai dalang mengambil gunungan, memuntir ujungnya dengan memutar, kemudian menyatukan keduanya di tengah kelir. Kini, gunungan telah ditancapkan dengan sempurna. Dalang undur diri dengan narasi akhir dari pranata acara. Gamelan ditabuh seiring dengan tembang penutup pertunjukan. Lampu-lampu minyak dan obor kembali dinyalakan, blencong yang mulanya menyinari pertunjukan, kini tak terlihat lagi sinarnya.
Sebagai penutup terakhir, pranata acara menyampaikan pesan penting dari pertunjukan wayang kulit yang ditampilkan malam itu. Karena aku cukup lelah dan mulai bosan, aku menanyakan pada Sumi apa yang disampaikan pranata acara.
"Bahwa kebaikan akan selalu menang, dan dibalik setiap kesulitan pasti akan ada kebahagiaan juga hal baik yang didapatkan" Begitu Sumi menyampaikan ulang pesan tersebut sambil tersenyum padaku.
"Sudah yuk pulang, besok aku harus membantu ibu mencari kayu bakar dan bahan makanan di hutan. Mulai besok kita harus bersiap untuk kemungkinan masa paceklik mendatang. Tahu sendiri hasil panen kita terbatas, itupun masih harus dijual beberapa ke pihak kompeni dengan harga murah" jelas Sumi.
"Oh iya-iya. Tunggu biar mereka dulu yang keluar. Jadi enak pulangnya" kataku.
"Baiklah kalau begitu" kata Sumi mengiyakan.
Aku memperhatikan sekeliling, kemudian melihat arena pertunjukan wayang kulit. Para nayaga merapikan gamelan dan alat penabuhnya dengan rapi. Para sinden mulai undur diri. Aku perhatikan kesibukan mereka dengan seksama, tanpa sengaja aku juga memperhatikan kepergian para sinden. Kulihat dari belakang sisi sinden termuda dari belakang. Nampaknua sosok itu tidak asing, bukankah dia perempuan yang menepuk bahuku dan mengajakku untuk menonton pertunjukan wayang malam ini?
Setelah sekian lama aku mengamati sosoknya, cukup terlambat aku menyadarinya. "Eh Sum, sinden termuda yang cantik tadi itu siapa ya?" Tanyaku pada Sumi.
"Loh kowe ki piye to Ran. Dia itu raden putri Rahayu. Anaknya eyang yang paling bungsu. Sekaligus satu-satunya anak perempuan nya Eyang. Kok iso kamu nggak tau" kata Sumi.
"Oh begitu ya. Tadi pas mau kesini dia nepuk bahuku, ngajak nonton wayang kulit malam ini" jelasku.
"Weh kok sangar men. Dia jarang banget keluar lho. Kalaupun keluar pasti didampingi sama rewang kepercayaan. Beruntung kamu ran" kata Sumi.
Bersambung...
Ternyata orang toh..
BalasHapusKirain bukan