Setahun terakhir ini, terutama setelah menikah hobi saya mulai agak berpindah. Biasanya paling betah nonton drama korea berjam-jam, berepisode-episode hingga begadang jadi soal biasa. Kurang puas rasanya kalau mengikuti kisah di drama yang tak segera dilanjutkan ke berikutnya. Maka sudah jadi hal lumrah dulu bisa menghabiskan waktu 4-5 jam, tidur dini hari hanya untuk menonton drama hingga kelar.
Kebiasaan itu berangsur berkurang dimulai saat saya bekerja di dunia per-olshop an. Setelah direkrut menjadi deal maker atau admin, yang notabene memaksa saya harus kerja cepat dan juga menanggapi dengan tangkas pelanggan yang mencari produk kami. Alhasil saya pun tidak cukup punya waktu untuk nonton drama Korea lagi. Jangankan nonton drama sampai tuntas, makan saja masih diselingi pegang gawai dan membalas pesan dari pelanggan. Begitu pula waktu tidur juga berkurang untuk bekerja karena dituntut target penjualan.
Perubahan gaya hidup dan penggunaan waktu yang beralih ke dunia kerja, alias sadar materi. Mendorong saya mencari pelarian lain untuk menyegarkan pikiran dan meredekan rasa bosan. Hiburan itu akhirnya saya alihkan ke buka instagram dan juga nonton video di Youtube. Supaya saya tidak menjadi budak konten, untuk youtube seringkali saya selingi dengan tontonan berkualitas (cenderung agak berat), seperti infografis atau pun film dokumenter.
Melalui tontonan serius di youtube, selain dapat hiburan dari konten ringan, saya juga mengisi otak agar berpikir dengan menyampaikan pendapat atau komentar. Jarang sekali saat saya menyampaikan komentar di youtube mendapatkan perhatian atau balasan dari pengguna lain. Namun, khusus konten satu ini ternyata komentar saya cukup serius hingga banyak yang menyukai.
Komentar saya ini datang setelah saya menonton video karya "Vice" berjudul "Gunung Lumpur Beracun yang Memusnahkan Desa | I Was There". Video singkat berupa dokumenter dampak bencana lumpur di Sidoarjo serta kehidupan warganya yang terdampak hingga kini.
Cukup sedikit narasi yang disampaikan kontributor Vice sendiri, sedangkan untuk menggambarkan kondisi lingkungan atau warga di area terdampak lumpur beracun lebih banyak dituturkan oleh seorang penyintas bernama Ibu Haryati.
Mulanya ibu Haryati hanyalah penduduk biasa yang sebentar lagi akan memiliki anak kedua, karena saat itu di tahun 2006 beliau tengah hamil tua. Di dekat area desanya, ada perusahaan yang mendapatkan izin untuk menjalankan usaha, katanya di bidang peternakan. Warga sekitar awalnya biasa saja, hingga mulai ada keanehan. Dimana setiap malam terdengar suara cukup keras seperti pengeboran, ditambah beberapa kali ada gempa yang kadang dirasakan warga. Munculah desas-desus terkait usaha yang dijalankan perusahaan tersebut di masyarakat. Begitu juga mulai tercium bau gas yang entah berasal dari mana. Warga mulai menduga bahwa bau tersebut berasal dari kegiatan pengeboran yang dilakukan perusahaan.
Tak lama setelah muncul bau, tiba-tiba muncul lumpur aneh yang tidak pernah diketahui sebelumnya oleh warga sekitar. Lumpur berbau itu dikatakan beracun dan mengganggu pertumbuhan janin bagi ibu yang tengah hamil. Saat itu bu Haryati yang tak lama lagi akan melahirkan, mulai berpikir harus pergi karena tempat yang ia tinggali mulai semakin terdampak. Di sisi lain dia harus lari, warga sekitar juga perlu mengungsi. Karena lumpur beracun yang menyembur tidak berhenti, tapi kian menjadi. Bu Haryati dan warga tidak pernah berpikir akan seperti ini dampaknya bagi kampung halamanya.
Sejak tahun 2006 hingga kini, hampir 15 tahun sudah bencana yang merugikan warga desa, hingga menenggelamkan rumah dan memusnahkan perekonomian mereka masoj terjadi sampai kini. Mereka tidak mendapatkan kepastian dari mana bencana tersebut berasal, atau bagaimana terjadinya. Jika memang perusahaan itu yang bersalah, namun pertanggungjawaban mereka pun setengah-setengah. Begitupun kalau memang ini bencana alam, mengapa tak berkesudahan dan pemerintah tak menuntaskan pertolongan yang warga butuhkan.
Ibu Haryati menuturkan cukup jelas dan rinci dalam video tersebut. Telah berselang sekian tahun dan tak ada kepastian dalam penanganan bencana yang warga rasakan. Harus kehilangan rumah, mata pencaharian, yang ironisnya lumpur yang menenggelamkan kampung halaman mereka kini dijadikan obyek wisata. Bu Haryati menjadi salah satu sosok yang menjadi gambaran kehidupan korban dari bencana yang tak berkesudahan. Pengalaman dan kepahitan menjadi warga biasa yang mendorong beliau untuk berbicara. Satu niat akan keberanian beliau dan warga yang terdampak ialah untuk anak cucu mereka kelak. Mereka tak meminta banyak, paling tidak mereka bisa mendapatkan mata pencaharian yang lebih layak. Agar mereka juga bisa tinggal di tempat yang lebih baik dan menjaga keluarganya dengan baik pula.
Posting Komentar