Setelah hampir 4 bulan lebih terpaksa ditutup, karena pembatasan sosial juga tempat umum semakin dihindari. Akhirnya di bulan Agustus mulai membuka kembali.
Berjualan sekitar sebulan dan ternyata hasil penjualan belum cukup memuaskan. Hanya bisa mengandalkan pesanan dari aplikasi yang itupun tidak banyak. Mengurangi keuntunyan karena ada potongan jasa sebesar 20% dari aplikasi, mau menekan biaya produksi juga tidak bisa maksimal. Dengan kondisi seperti ini, banyak bahan makanan/sembako yang harganya naik. Dari mulanya berjualan cumi dan fokus ke nasi, harus putar pikiran dengan kemudian menjual mie ayam, aneka sop, hingga oseng tongkol suwir.
Perubahan drastis di berbagai menu tentunya berimbas pula dengan harus bereksperimen kembali. Mencari dan menyesuaikan rasa hingga pas di lidah konsumen. Cukup baik pula responnya. Sayang itupun tak bertahan lama.
Meskipun respon terhadap menu baru cukup baik, namun penghasilan tidak begitu apalagi disesuaikan dengan kebutuhan operasional, seperti listrik, wifi, sampah dan kebersihan juga uang yang diputar kembali sebagai modal. Sedangkan untuk kebutuhan diri sendiri kurang, yang ada keuangan pribadi digunakan untuk menutup modal usaha agar terus berputar. Bahkan sewa kost-an sampai menunggak beberapa bulan, karena uang hanya cukup untuk makan.
Kondisi usaha tak semakin membaik, ditambah situasi pandemi tak kunjung memperlihatkan hasil yang terang. Keterpaksaan kedua kalinya, resto harus benar-benar diliburkan dulu, karena modal sudah tidak ada. Setidaknya uang sewa yang dibayarkan baru setengahnya. Daripada mengambil resiko dan terpuruk lebih dalam, saatnya sementara waktu mundur dari usaha.
Gerobak jualan dikembalikan ke teman, kompor dibawa ke kosan, kulkas pun dijual untuk mengembalikan modal. Akhirnya untuk sementara waktu usaha belum dijalankan, kembali lagi ke dunia kerja.
Semangaat Kak... Soon will be better, insyaallah
BalasHapus